About Me

Foto saya
Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia
Asix adalah sebuah kata yang berasal dari dua suku kata A dan six (enam). kalau digabung akan membentuk nama belakang saya yaitu anam. Sedangkan poel sebutan nama depan saya yang berasal dari saiful. karena lidah orang maduralah nama yang berarti pedang itu menjadi poel. tanggal lahir saya sama dengan tangal lahir bungkarno, tapi masih harus ditambah 24 hari lagi. Kalau tahun kelahiran waktu itu sedang bloming-blomingnya revolusi biru. atau masa dimana para petambak tergila-gila sama udang windu. Persisnya tahun kelahiran saya 1986.

Kamis, 01 April 2010

PENDIDIKAN DALAM ANGKA

Maret 2010 merupakan bulan “Dak dik duk” Pelajar setingkat SMP dan SMA. Pasalnya, pada bulan tersebutlah seluruh usaha tiga tahun dipertaruhkan. Tak peduli sejak semester satu hingga lima mereka jadi juara kelas atau berada pada peringkat ujung, rajin belajar atau rajin bolos. Jika tak ‘menemukan’ angka kelulusan, habis sudah.
Demi memenuhi tuntutan angka mutlak, Lembaga Bimbingan Belajarpun diserbu. Mereka harus merogok kocek lebih dalam hanya untuk menambah jam belajar. Tidak hanya uang yang harus dikorbankan, mereka juga harus merelakan saat istirahat mereka terpotong. Parahnya lagi, mereka harus mengekang kreativitasnya. Mengapa demikian?
Jika kita perhatikan atau dari pengalaman pribadi ketika masih sekolah, ada beberapa tipe pelajar saat belajar. Mereka biasanya tidak suka jika belajar sendiri merenung dikamar. Karena cara belajar menyendiri merupakan satu cara menyiksa diri. Tidak ada tempat bertanya dan diajak berbagi. Semuapun dipikirkan sendirian. Alhasil, bukannnya menambah pemahaman tapi menambah keruwetan. Namun jika ada anggota keluarga yang bisa dijadikan sumber bertanya akan lebih baik. Selain masalah terpecahkan, juga meningkatkan kedekatan dengan anggota keluarga.
Cara kedua yang ditempuh biasanya membentuk kelompok belajar.  Harapnya, setiap siswa bisa menjadi guru bagi kawan-kawannya. Penulis masih ingat ketika masih sekolah dulu, saat belajar kelompok setiap anggota diwajibkan membuat soal dan penyelesaiannya. Kemudian soal-soal tersebut coba dikerjakan oleh anggota yang lain, apabila tidak ada yang bisa mengerjakan, sang pembuat soallah saatnya unjuk gigi.
Namun cara ini tak sepenuhnya efektif. Bagi mereka yang tidak terbiasa, kelompok belajar hanya dijadikan ajang kumpul-kumpul dan curhat. Bukan curhat soal pelajaran, tapi soal mode, guru disekolah dan lain-lain. Dan bagi mereka yang masih kurang dengan cara seperti ini larilah mereka pada jalan terakhir. Lembaga bimbingan belajar (LBB).
Selama musim menjelang Ujian Akhir, LBB tak pernah sepi dari serbuan pelajar. Selain dianggap menambah jam belajar, LBB diakui efektif menjawab soal-soal pilihan ganda. Karena itulah tujuan Ujian Akhir, Pandai Menjawab Soal Pilihan Ganda. Keinginan pendidikan murahpun kembali terabaikan. Karena selain harus mengeluarkan uang untuk biaya sekolah, orang tua siswa juga harus membayar biaya LBB yang harganya bisa dua sampai tiga kali lipat biaya sekolah.
Dengan masuknya pelajar ke LBB, otomatis mengurangi jam istirahat dan kebebasan. Karena LBB pastinya memiliki jam belajar paten layaknya sekolah. Waktu yang bisa digunakan untuk santai sejenak harus kembali disibukkan dengan kegiatan sekolah. Kapasitas otak yang membutuhkan waktu refres layaknya computer harus dipaksakan bekerja kembali. Beruntung otak Ciptaan Tuhan yang tak akan meledak karena kelebihan kapasitas.
Tidak hanya LBB yang memeras otak dan uang. Pihak sekolahpun juga melakukannya. Jam sekolah ditambah demi memenuhi angka mutlak. Dan tidak sedikit sekolah yang memberlakukan biaya tambahan jam belajar. Pulangpun menjelang terbenamnya matahari.
Setelah uang, dan jam istirahat terkurangi, kreativitaspun terkekang. Jam sore yang biasanya digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler harus terbuang. Sekolahpun membatasi ekstrakurikuler siswa kelas 3 (IX & XII). Bahkan ada yang memberlakukan kebijakan siswa kelas tersebut dilarang menjadi pengurus OSIS.
Dengan adanya runtutan tersebut, pupus sudah tujuan pendidikan yang diucapkan Paolo Piere. Menurutnya pendidikan adalah menjadikan manusia dari pemikiran magis, naïf menuju kritis.  Pemikiran Magis perupakan pemikiran dimana seorang manusia hanya menyerahkan semuanya pada sang pencipta.
Pemikiran Naif malah sebaliknya, menyalahkan semua permasalahan kepada manusia tanpa menganalisa bagaimana hubungan sebab-akibat yang terjadi. Sedangkan pemikiran kristis menciptakan manusia yang bisa menghubungkan apa yang terjadi dialam semesta ini. Antar tesis dan anti tesis. Namun menurut penulis, hakikat pendidikan adalah menciptakan manusia yang berilmu pengetahuan dan bermoral.
Jika pendidikan hanya mengandalkan jawaban pada lembar A B C D E, tidak akan tercipta manusia yang berilmu dan bermoral. Namun pada prosesnya pendidikan di Indonesia beberapa sudah mengarah pada Manusia berilmu dan bermoral. Sayangnya, ‘Gong’ dari semua  harus diakhiri pada pendidikan yang menjerumuskan.
Menjerumuskan guru dan murid berusaha berbagai macam cara untuk bisa lulus 100%. Dan parahnya lagi jika Dinas terkait juga ikut mengamini segala macam cara. Entah apa yang terjadi pada murid-murid yang tidak lulus pada tahun-tahun sebelumnya. Apakah mereka sukses merajud mimpi atau malah dikucilkan lingkungan karena tak dapat mempertahankan prestasi. Media dan pemerintah belum ada yang mengungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

biar lebih asix dikomentari ya..dan jangan lupa follow ya...