Terorisme VS Teror Hantu
Setelah mendapatkan kabar adanya tempat pelatihan teroris di Aceh, tim Densus 88 langsung menyusuri kawasan tersebut. Hasilnyapun luar biasa. Pimpinan Teroris yang dikabarkan lebih ‘pandai’ dari Dr Azhari tewas dibilik warnet setelah tertembus peluru petugas anti teroris. Tepuk tangan wajib diberikan pada POLRI dibawah pemerintahan SBY.
Namun sayang seribu sayang. Pemerintahan SBY hanya tanggap pada persoalan yang nampak oleh mata dan dibicarakan masyarakat luas. Mulai dari kasus Century, tak habis-habisnya wajah SBY tampil didepan media hanya untuk berkomentar atau bahkan cuma selentingan ringan. Dan kini kasus itu seolah-olah tenggelam termakan kesuksesan berburu gembong teroris.
Teroris memang sebuah ancaman yang dapat mengancam pertahanan dan keutuhan negara. Namun permasalahan yang lebih mengancam keutuhan Negara justru kurang mendapat perhatian. Salah satunya adalah kawasan perbatasan. Permasalahannya tetap sama dari tahun ketahun. Kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian.
Kita ambil saja contoh Nunukan yang berbatasan langsung dengan Malaysia . Seperti yang diberitakan Kompas (10/11), warga Nunukan lebih senang membeli barang di Negeri Tetangga karena harga lebih murah dan akses mudah. Otomatis mata uang yang digunakanpun Ringgit. Selanjutnya diberitakan warga disana bangga ketika berbelanja produk Negeri Jiran itu.
Jelas ini sebuah penjajahan samar-samar, atau penulis sebut dengan Teroris Hantu. Mengapa demikian?Karena dampak yang akan ditimbulkan bukan langsung terjadi oleh pengelihatan mata seperti bentuk ledakan bom atau buruh paksa pada zaman penjajahan. Efeknya adalah terkikisnya rasa nasionalisme, dan untung-untung tidak sampai membuat gerakan Nunukan Merdeka atau Nunukan Malaysia. Bisa tambah berabe.
Seperti halnya Sipadan Ligitan, menurut hemat penulis jelas Malaysia menangkap adanya peluang merebut kawasan ‘kaya’ itu. Pasalnya, penduduk pulau terluar Indonesia itu lebih kenal Malaysia dari pada Indonesia dalam keseharian. Mata uang dan Barang-barang yang digunakan bermerk Negeri asal Ipin dan Upin itu. Kejadian ini jelas sangat memukul perasaan semua rakyat Indonesia. Pemerintah terpukul atau tidak masih perlu dipertanyakan. Karena upaya untuk memperbaiki kesalahan masa lalu belum terlihat.
Kini Nunukan sepertinya terancam mengikuti jejak kedua pulau itu, atau bukan hanya Nunukan tapi daerah-daerah lain yang berbatasan langsung dengan negeri tetangga. Tidak puas di Laut, Daratanpun disikat. Sedikit demi sedikit berkuranglah luas Nusantara. Kalau Rakyat Jadi lebih Makmur di Negeri sebelah, dan Negara tak lagi mampu mensejahterakan Rakyatnya, untuk apa lagi tergabung dalam negara?Bisa jadi pemikiran mereka kearah sana.
Hegemoni negara terhadap rakyatnya agar meningkatkan Nasionalisme sepertinya luntur. Luntu karena kesalahan sendiri. Padahal pepatah mengatakan keledai tidak akan jatuh pada lobang yang sama. Semoga saja Pemerintah Indonesia tidak lebih bodoh dari Keledai.
Jangan Terlena
Seperti yang pernah disampaikan filosof Itali Antonio Gramsci. Golongan dominan akan mempengaruhi golongan lainnya. Dan yang terjadi diNunukan golongan dominannya adalah Kerakyatan Malaysia . Jika ini terus berlanjut bukan tidak mungkin gerakan Aceh Merdeka dan Gerakan Papua Merdeka akan ditiru.
Pemerintah seharusnya jangan terlalu terlena dengan berhasilnya membangun citra pada masa Indonesia Bersatu Jilid I. Setelah memerintah pada periode yang lalu seharusnya menjadi bekal atau cermin untuk menata periode kedua jadi lebih baik. Lebih baik dalam perbaikan Masyarakat tentunya, bukan lebih baik mempertahankan citra.
Citra tak perlu dipertahankan, tapi itu akan terbentuk dengan sendirinya ketika ada hasil nyata yang berdampak langsung kepada masyarakat. Bukan hanya hasil diatas kertas.
Sebenranya banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki itu semua. Indonesia tak kekurangan Mahasiswa Intelek, Dosen Intelek hingga Profesor yang kualitasnya bisa diadu. Bahkan berbagai karya ilmiah Mahasiswa banyak mengarah dan menyarankan bentuk pembangunan daerah-daerah perbatasan. Sayangnya, karya-karya ilmiah itu hanya sekedar dijadikan ajang adu gengsi dan prestasi, tanpa ada bukti nyata pemanfaatan karya itu oleh pemerintah. Ada saja alas an yang digunakan. Terkendala dana.
Dana sebenarnay melimpah, buktinya Program PNPM mandiri yang membutuhkan biaya milyaran bisa dilaksanakan dan berjalan. Dan kenapa Program seperti itu tidak ada dikawasan perbatasan. Apa pembangunan sekarang ini masih berpijak pada Zaman orde baru? Kalu ingin sejahtera, datanglah ke Pulau Jawa.
Semoga Pemerintah cepat tersadar akan pentingnya pemberantasan Terorisme Hantu. Dengan begitu diharapkan tidak bermunculan terorisme nyata. Hiduplah Negeriku Hiduplah Bangsaku Indonesia Raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
biar lebih asix dikomentari ya..dan jangan lupa follow ya...