Yuuuukk.. kita beromantisme dengan masa awal kemerdekaan. Setelah menyatakan diri
sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak serta merta
memiliki kedaulatan penuh atas wilayah darat dan laut NKRI. Pada zaman itu, kedaulatan wilayah Negara ber
ideologi Pancasila ini mengacu pada Undang Undang Hindia Belanda tahun 1939,
yakni Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO
1939). Dalam undang undang ini disebutkan bahwa setiap pulau hanya berhak atas 3 mil garis pantainya. Jadi NKRI waktu
itu satu tapi terpisah pisah. Maksudnya, kapal asing bebas berlayar di laut
yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Dengan kondisi tersebut, Negara
berbendera merah putih ini sangat rentan
dalam urusan pertahanan negara. Selain itu juga rentan untuk kembali dijajah
oleh Negara Belanda yang waktu itu masih ngotot
mengatakan Indonesia belum merdeka. Sumberdaya Alam yang terkandung di Lautpun
bebas di keruk asing selama lebih dari 3 mil laut. Menyadari kerentanan
tersebut, pada tahun 1957 tepatnya
tanggal 13 Desember, Perdana Menteri Indonesia, Djuanda Kartawidlaya
mengeluarkan statemen atau pernyataan
bahwa “ Laut Indonesia adalah termasuk laut disekitarnya, di antara dan di
dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Pernyataan pada
dunia ini selanjutnya dikenal dengan Deklarasi
Djuanda. Selanjutnya Deklarasi ini diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Namun tidak serat merta dunia
menerima pernyataan Pak Djuanda. Beberapa negara sempat menentang Deklarasi
yang menyatakan bahwa Indonesia menganut
konsep dasar wilayah negara kepulauan. Bayangkan saja, akibat yang ditimbulkan
dari pernyataan itu sangat luar biasa. Luas wilayah Republik Indonesia
berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan
pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum
diakui secara internasional.
Kalau berhenti berjuang hanya karena
ditentang negara lain bukan Bangsa Indonesia namanya. Dijajah belanda selama
3,5 abad saja Indonesia terus ngeyel ingin merdeka, apalagi sekarang sekedar
mencari pengakuan. Oh ya, saya lupa
memaparkan isi yang sebenarnya Deklarasi Djuanda, berikut isi Deklarasi Juanda.
1. Bahwa
Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
2. Bahwa
sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang
Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi
tersebut mengandung suatu tujuan :
a. untuk mewujudkan bentuk wilayah
Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas
wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai
pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI
Setelah melewati berbagai halangan
dan berbagai rintangan perjuanganpun menghasilkan buah manis. Pada tahun 1982
melalui Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS
) ke III, deklarasinya Pak Djuanda diterima dunia. Nah, kemudian pada tahun
1985 lahirlah UU No 17 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah
negara Kepulauan. Sebelum lengser dari jabatannya, Pak Presiden kedua RI,
Soeharto, mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara, keputusan
ini dipertegas oleh Presiden Abdurrachman Wahid melalui Kepres RI No 126 Tahun
2001 tanggal tersebut sebagai hari perayaan Nasional.
Selanjutnya pada tahun 2002
terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia. Dalam PP ini di
lampirkan 183 tempat Titik tempat penarikan garis pangkal. Kasmaran masa
kemerdekaan sampai disini dulu.
***
Tentu saja sangat berkaitan erat,
kalau saja pak Djuanda tidak mengeluarkan pernyataan pada tahun 1959 itu,
kekayaan laut yang dimiliki indonesia tidak seperti sekarang ini. Bayangkan
saja (dibayangkan karena jika mau diliat satu-satu juga gak punya duit mau
jalan-jalan :p) apa saja Sumber Daya Alam (SDA) yang ada didalam laut, mulai
dari Sumberdaya Ikan (SDI) seperti ikan, cumi-cumi, tuna, kerang, Sumberdaya Kelautan (SDK) seperti Terumbu karang,
Padang lamun, mangrove, belum lagi barang tambang minyak, gas dan Barang
Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Kalu ditotal-total, buat beli krupuk
mah gak bakal abis tujuh turunan. Kalu
dulu sebelum di akui UNCLOS mungkin kekayaan laut yang dimiliki Negara
peringkat korupsi ketiga di Dunia ini hanya seper sekiannya saja.
Dengan kekayaan yang melimpah dan
dipercaya dunia untuk mengelolanya tentu saja kita tidak boleh
menyia-nyiakannnya. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 bahwa seluruh kekayaan
negara diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Karena untuk kesejahteraan,
tentu saja perlu pengawasan dalam pengelolaannya. Terkait dengan SDI, SDK dan BMKT sangat erat sekali kait dengan
perairan/laut. Agar pengeloaan Sumberdaya ini bersifat sustainable maka lahirlah UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan
yang kini berubah menjadi UU no 45 tahun 2009 tentang Perikanan.
Dalam Undang-undang itu disebutkan
bahwa Pengawas Perikanan bertugas
untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan perturan perundang-undangan
dibudang perikanan (pasal 66). Dengan adanya pengawasan diharapkan kegiatan
pemanfaatn Sumberdaya Ikan yang ilegal
unreported unregulated (IUU) sifatnya bisa mengancam keberlanjutan sumber
daya Ikan dan merugikan negara bisa di
tekan bahkan dibumi hanguskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
biar lebih asix dikomentari ya..dan jangan lupa follow ya...